Pengadilan Hubungan Industrial merupakan Pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan umum. Dasar hukum pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial adalah Undang - Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Pengadilan Hubungan Industrial berwenang menyelesaikan sengketa / perselisihan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja / buruh atau serikat pekerja / serikat buruh, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, perselisihan antara serikat pekerja/ serikat buruh dengan serikat pekerja / serikat buruh dalam satu perusahaan.
Sebelum lahirnya Pengadilan Hubungan Industrial, pemeriksaan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dilakukan oleh Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Tingkat Daerah (P4 D) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Tingkat Pusat (P4 P) (vide Undang - Undang No. 22 Tahun 1957 dan Undang - Undang No. 12 Tahun 1964).
Dengan berlakunya Undang - Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hubungan industrial atau perselisihan perburuhan yang selama ini menjadi beban tugas Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Tingkat Daerah (P4 D) beralih menjadi wewenang mutlak Pengadilan Hubungan Industrial.
Pengajuan Gugatan Pengadilan Hubungan Industrial
Pasal 81 : Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan. Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.
Pasal 82 : Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
Pasal 83 : (1) Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat. (2) Hakim berkewajiban memeriksa isi gugatan dan bila terdapat kekurangan, hakim meminta penggugat untuk menyempurnakan gugatannya.
Pasal 84 : Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus.
Pasal 82 : Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
Pasal 83 : (1) Pengajuan gugatan yang tidak dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, maka hakim Pengadilan Hubungan Industrial wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat. (2) Hakim berkewajiban memeriksa isi gugatan dan bila terdapat kekurangan, hakim meminta penggugat untuk menyempurnakan gugatannya.
Pasal 84 : Gugatan yang melibatkan lebih dari satu penggugat dapat diajukan secara kolektif dengan memberikan kuasa khusus.
Pasal 85 : (1) Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban. (2) Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan oleh Pengadilan Hubungan Industrial hanya apabila disetujui tergugat.
Pasal 86 : Dalam hal perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan/atau perselisihan kepentingan.
Pasal 87 : Serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili anggotanya. ( dasar hukum : Undang - Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).
Note : khusus di dalam Pengadilan Hubungan Industrial tidak berlaku sama terhadap tatacara Hukum Acara Perdata yang memiliki Upaya Hukum lain yang dapat digunakan apabila terjadi putusan sela. Apabila pihak tergugat tidak juga hadir dalam persidangan, maka Hakim akan memutus dengan putusan verstek dan tidak diperkenankan bagi pihak tergugat untuk melakukan upaya hukum lainnya.
Sumber : Materi Pendidikan Profesi Advokat Univ.Widyagama angkatan 6