Education Of Law

Sabtu, 04 Maret 2017

HUKUM ACARA PERDATA (I)

A. Pengertian Hukum Acara Perdata
     Terdapat beberapa definisi hukum acara perdata yang dikemukakan para pakar hukum diantaranya :
  • Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum materiil dengan hakim.
  • Abdulkadir Muhammad, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata. Atau karena tujuannya memintakan keadilan lewat hakim, hukum acara perdata dirumuskan sebagai peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata lewat hakim (pengadilan) sejak dimajukannya gugatan sampai dengan pelaksanaan keputusan hakim.
  • Hukum acara perdata (hukum formil) adalah hukum yang mengatur tentang mekanisme / atau prosedur beracara dimuka pengadilan bagi orang-orang yang sedang menyelesaikan perkara perdata, mulai dari pendaftaran perkara di pengadilan sampai dengan perkara tersebut mendapatkan putusan dari pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) bahkan juga mengatur tentang mekanisme beracara bagi seseorang yang melakukan upaya hukum biasa (banding, kasasi) dan luar biasa (peninjauan kembali, denderverzet). 
     Hukum acara perdata ini sangat penting bagi Hakim, Avokat, dan Panitera, serta mahasiswa fakultas hukum sebagai pengetahuan dan pegangan pokok "aturan main" sehari-hari dalam menyelesaikan perkara-perkara perdata. Sedangkan hukum perdata materiil atau hukum perdata adalah hukum yang memuat hak dan kewajiban orang dalam pergaulan hidup bermasyarakat.
     Mengenai tindakan menghakimi sendiri terdapat tiga pendapat, yaitu :
  1. Bahwa tindakan menghakimi sendiri itu sama sekali tidak dibenarkan (Van Bonevel Faure). Alasannya ialah hukum acara telah penyediakan upaya-upaya untuk memperoleh perlindungan hukum bagi para pihak melalui pengadilan, maka tindakan-tindakan diluar upaya-upaya tersebut dapat dianggap sebagai tindakan menghakimi sendiri, dan tindakan tersebut dilarang.
  2. Bahwa tindakan menghakimi sendiri pada asasnya diperbolehkan atau dibenarkan, dengan pengertian bahwa yang melakukannya dianggap melakukan perbuatan melawan hukum (cleveringa). Pada hakikatnya tindakan inipun tidak dapat dibenarkan, sebab bila hal tersebut tetap dilakukan akan ada akibat hukumnya, yaitu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum sehingga terikat untuk membayar ganti kerugian.
  3. Bahwa tindakan menghakimi sendiri pada dasarnya tidak dibenarkan, akan tetapi apabila peraturan yang ada tidak cukup memberi perlindungan hukum, maka tindakan menghakimi sendiri itu secara tidak tertulis tidak dibenarkan (rutten). 
     Di dalam hukum acara perdata tidak kita jumpai ketentuan yang tegas melarang tindakan menghakimi sendiri. Larangan main hakim sendiri terdapat dalam putusan MA 10 desember 1973 no. 366K/Sip/1973. Kecuali bahwa tindakan menghakimi sendiri itu merupakan perbuatan melawan hukum, juga dapat dihukum (antara lain pasal 167 dan pasal 406 KUHP).
    Tuntutan hak seperti yang telah diuraikan diatas sebagai tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri.
     Ada 2 macam tuntutan hak, yaitu :
  1. Tuntutan hak yang mengandung sengketa, yang disebut gugatan, dimana terdapat sekurang-kurangnya dua pihak.
  2. Tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa disebut permohonan, dimana hanya terdapat satu pihak saja.
     Konsekuensi dari adanya dua macam tuntutan hak diatas, maka lazimnya dikenal dua bentuk peradilan perdata yaitu :
  • Volunteer (voluntaire jurisdictie), yang sering juga disebut peradilan sukarela atau peradilan yang tidak sesungguhnya.
  • Contentieus (contentieus jurisdictie) atau peradilan sesungguhnya. Tuntutan sengketa termasuk peradilan volunteer, sedangkan gugatan termasuk peradilan contentieus.
     Pada umumnya orang berpendapat bahwa yang termasuk peradilan volunteer ialah semua perkara yang oleh undang-undang ditentukan harus diajukan dengan permohonan, sedang selebihnya termasuk peradilan contetieus.
     Dari apa yang telah diuraikan diatas dapatlah kita simpulkan, bahwa obyek dari pada ilmu pengetahuan hukum acara perdata ialah keseluruhan peraturan yang bertujuan melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara. Perantaraan negara dalam mempertahankan hukum materiil perdata itu terjadi dengan peradilan. Yang dimaksud Peradilan adalah pelaksanaan hukum dalam hal konkret adanya tuntutan hak, fungsi mana dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apapun atau siapapun dengan cara memberikan keputusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah adanya main hakim sendiri.

Sumber : Materi Pendidikan Profesi Advokat Univ. Widyagama angkatan 6 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar