1. Penggugat mengajukan gugatan (perkaranya/tuntutannya) dengan cara mendaftarkan gugatannya kepada Pengadilan yang berwenang.
2. Setelah gugatan/perkara didaftarkan, pendaftar gugatan membayar biaya perkara "uang muka" di bank yang ditunjuk dan kemudian mendapatkan nomor perkara yang diberikan oleh bagian pendaftaran gugatan.
3. Dengan adanya pendaftaran gugatan tersebut, Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan tentang penunjukan majelis hakim yang akan memeriksa perkara tersebut. Kemudian majelis hakim yang ditunjuk menentukan hari dan tanggal sidang.
4. Setelah majelis hakim menentukan hari sidang, kemudian memerintahkan kepada jurusita untuk memanggil kedua belah pihak yang berperkara agar supaya hadir pada hari dan tanggal sidang yang telah ditetapkan. Jurusita harus bertemu langsung dengan orang yang bersangkutan atau meminta pejabat desa (Rt, Rw, Kepala Desa) jika jurusita tidak bertemu dengan orang yang bersangkutan untuk menyampaikan surat panggilan tersebut.
5. Pada sidang pertama, majelis hakim membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum. Majelis hakim menawarkan kepada kedua belah pihak untuk melakukan perdamaian, jika perdamaian tidak tercapai, maka majelis hakim memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak yang berperkara untuk melakukan mediasi dengan menunjuk hakim tunggal. Kemudian berkas perkara diserahkan kepada hakim mediasi untuk melakukan mediasi guna tercapainya perdamaian. Majelis hakim memberi waktu kepada hakim mediasi selama 40 hari untuk melakukan mediasi perdamaian, hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang no.30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
- Berdasarkan PERMA No. 1/2008 maka para pihak yang berperkara diharuskan melakukan mediasi. Mediasi dilakukan secara tertutup, artinya hanya para pihak yang berperkara dan hakim mediator saja yang melakukan mediasi. Para pihak tidak boleh mempublikasikan hasil mediasi tersebut ke khalayak umum kecuali telah disepakati untuk dipublikasikan. Jika mediasi ini ditinggalkan oleh hakim yang menyidangkan perkara ini, maka hal tersebut dianggap melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR/ 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum (pasal 2 ayat 3)
6. Jika para pihak sepakat dengan upaya perdamaian tersebut, maka majelis hakim memutus perkara tersebut dan perkara tersebut dianggap selesai. Kemudian hakim membuat akta perdamaian dan kedua belah pihak harus mentaati isi dari akta perdamaian tersebut. Akta perdamaian mempunyai kekuatan seperti putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Terhadap putusan perdamaian ini tidak diperkenankan untuk mengajukan upaya hukum banding dan kasasi bahkan upaya hukum luar biasa.7. Jika upaya perdamaian yang dilakukan oleh hakim mediasi tidak tercapai maka perkara tersebut akan dikembalikan kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara dan sidang akan dilanjutkan kembali sesuai dengan hukum acara perdata yang berlaku dengan agenda mendengarkan jawaban dari tergugat.
8. Kemudian setelah tergugat menjawab, sidang penggugat diberi kesempatan untuk menanggapi jawaban Tergugat "Replik".
9. Selanjutnya Tergugat diberi kesempatan untuk menanggapi tanggapan penggugat "Replik" dengan mengajukan tanggapannya "Duplik", hal ini terkenal dengan sebutan "jawab - menjawab" antara penggugat dan tergugat. Pemeriksaan jawab-menjawab ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan pokok perkara secara utuh.
10. Jika jawab-menjawab yang dilakukan oleh penggugat dan tergugat dianggap cukup dan selesai oleh majelis hakim, maka sidang berikutnya adalah acara pembuktian.
11. Dalam pemeriksaan acara pembuktian, penggugat diberi kesempatan pertama untuk membuktikan gugatannya dengan mengajukan bukti-bukti surat yang dimiliki dan saksi-saksi bahkan sumpah, kemudian pihak tergugat akan melakukan hal yang sama seperti penggugat yaitu mengajukan bukti-bukti dan saksi bahkan sumpah. Dalam dunia praktik biasanya pengajuan alat-alat bukti tersebut tidak dilakukan seketika tetapi bisa juga diajukan pada sidang berikutnya, artinya selama sidang belum memasuki acara pengajuan kesimpulan dari masing-masing pihak, pengajuan alat-alat bukti diperkenankan "fleksible".
12. Setelah pemeriksaaan alat-alat bukti surat dilanjutkan dengan acara pemeriksaan saksi-saksi, baik dari penggugat dan tergugat. Pada acara pemerksaan saksi-saksi ini biasanya memakan waktu yang cukup lama.
13. Jika acara pembuktian dianggap selesai, maka majelis hakim menunda acara sidang dengan memerintahkan kepada para pihak untuk mengajukan kesimpulan (dalam hukum acara perdata tidak mengnal kesimpulan). Kesimpulan ini sangat penting dan bisa memperingan pekerjaan hakim dalam membuat suatu putusan.
14. Kemudian setelah pengajuan kesimpulan dilanjutkan sidang dengan agenda pembacaan putusan.
15. Apabila salah satu pihak menganggap putusan hakim kurang adil "tidak menerima", maka ia dapat mengajukan permohonan banding dalam jangka waktu 14 hari sesudah putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
16. Jika salah satu pihak tidak menerima atas putusan dari Pengadilan Tinggi "Putusan Banding", maka para pihak disediakan upaya hukum kasasi. Putusan mahkamah agung "Putusan Kasasi" tersebut merupakan upaya terakhir dan merupakan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkcraht Van Gewisjd).
Selain ada upaya hukum bisasa seperti upaya hukum banding dan kasasi, juga ada upaya hukum luar biasa yaitu upaya hukum peninjauan kembali (PK). Tidak kalah pentingnya terkait dengan upaya Peninjauan Kembali (PK) adalah adanya bukti baru (novum baru), ada kekeliruan yang nyata didalam putusan sebelumnya dan ada pertentangan antara putusan yang satu dengan putusan yang lainnya (perkara lain) yang terkait dengan perkara yang bersangkutan.
Sumber : Materi Pendidikan Profesi Advokat Univ. Widyagama angkatan 6
Sumber : Materi Pendidikan Profesi Advokat Univ. Widyagama angkatan 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar